TERNATE,MSC– Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara (Malut), menghimbau agar penyelenggara Pemilu khususnya KPPS, tidak menggunakan fasilitas ruang kelas (belajar mengajar) di sekolah untuk dijadikan TPS. Pertimbangan luasnya ruang kelas, menjadi dasar himbauan tersebut.
“Kelas ruang belajar terlalu kecil untuk itu (dijadikan TPS). TPS harus memiliki akses yang luas bagi warga masyarakat untuk dapat meyaksikan seluruh proses aktivitas pungut hitung. Kalau dibuat di ruang kelas, tentunya ruang untuk menyaksikannya menjadi sempit,” kata Ketua Bawaslu Provinsi Malut, Muksin Amrin SH MH di ruang kerjanya, Selasa (9/4/2019) siang.
Menurutnya, ukuran TPS harus sesuai yang ditetapkan yakni minimal 10×8 meter persegi. “Agar bisa menampung semua orang yang berkepentingan termasuk para saksi. Kalau di ruangan kelas, pasti akan sempit karena ada saksi 16 Parpol, 24 calon DPD dan dua saksi Capres Cawapres,” tuturnya.
Selain itu, Muksin sendiri beriktiar pada keesokan harinya, apabila proses penghitungan masih berlangsung, akan megganggu aktivitas belajar di sekolah. “Kalau keesokannya sekolah tidak diliburkan, tentunya dapat menggangu aktivitas belajar para siswa jika menggunakan ruang kelas sebagai TPS,” jelas Muksin.
Bawaslu, kata Muksin, berharap TPS dibuat di ruang terbuka agar memberi akses dapat disaksikan masyarakat, termasuk para pemantau pemilu. “Tentunya lebih baik jika di halaman atau pekarangan sekolah, kantor atau rumah warga yang bisa lebih memberi akses penglihatan bagi masyarakat,” himbaunya.
Selain itu, Muksin juga menghimbau khusus bagi pemerintah daerah untuk dapat memperhatikan kondisi penerangan terutama pada desa atau kelurahan yang belum memiliki akses listrik. “Agar proses penghitungan dapat berjalan lancar, diharapkan peran aktif pemerintah daerah untuk membantu agar seluruh TPS bisa melangsungkan proses penghitungan tanpa ada kendala penerangan (listrik),” pungkasnya. (red)
Komentar