JAKARTA,MSC-Kabar gembira bagi Pihak-pihak yang tidak puas atas hasil Pemilu 2019, bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, pengajuan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada Pemilu 2019 ini berbeda dengan pilkada serentak.
Yakni, tak ada syarat jumlah atau persentase selisih perolehan suara antar-calon untuk melayangkan gugatan sengketa Pemilu 2019 ke MK.
Syarat jumlah selisih perolehan suara hanya diberlakukan untuk sengketa pilkada serentak, bukan pemilu serentak. Jadi, tidak ada pembatasan selisih hasil suara dalam pemilu serentak.
Sejumlah syarat pengajuan PHPU Pemilu 2019 ke MK, pun masih sama dengan yang berlaku di penyelenggaraan pemilu sebelumnya.
Penyelesaian PHPU diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan peraturan lainnya yang dikeluarkan oleh MK.
Pasal 474 UU Pemilu menjabarkan aturan pengajuan PHPU pileg dalam empat ayat.
Ayat (1), dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada MK.
Ayat (2), peserta pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD mengajukan permohonan kepada MK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama tiga kali 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh KPU.
Ayat (3), dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama tiga kali 24 jam sejak diterimanya permohonan oleh MK.
Ayat (4), KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan MK.
Pasal 475 UU Pemilu juga menjelaskan tentang tata cara pengajuan PHPU pilpres dalam lima ayat.
Ayat (1), dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden oleh KPU.
Ayat (2), keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden.
Ayat (3), MK memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 14 hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh MK.
Ayat (4), KPU wajib menindaklanjuti putusan MK.
Ayat (5), MK menyampaikan putusan hasil penghitungan suara kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, KPU, pasangan calon, dan partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon.
Dikutip Wartakotalive.com dari hukumonline.com, pada sengketa Pemilu 2014, terdapat 903 perkara PHPU yang diajukan oleh 14 parpol dan partai lokal, 34 perkara PHPU yang diajukan perseorangan calon anggota DPD, dan 1 perkara PHPU pilpres yang diajukan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan, prosedur penanganan penyelesaian PHPU 2019 tidak jauh berbeda dengan PHPU 2014.
“Proses penyelesaian sengketa Pemilu 2014 dengan Pemilu 2019 sama saja, tidak banyak berubah. Hanya bedanya saat ini ‘Pemilu Serentak’. Imbasnya mana yang akan diselesaikan lebih dahulu, (sengketa) pileg atau pilpres dulu,” ujarnya seperti dikutip dari tribunews.com.
Dia menerangkan, secara umum prosedur/proses penanganan penyelesaian sengketa Pileg 2014 dan Pileg 2019 tidak banyak perbedaan, hanya regulasinya saja yang berbeda.
Misalnya, pada sengketa Pileg 2014 diatur UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD; UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu; Peraturan MK (PMK) No 1 Tahun 2014 jo PMK No 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam PHPU Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Sedangkan sengketa Pileg 2019 diatur dalam UU No 7 Tahun 2017; PMK No 2 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam PHPU Anggota DPR dan DPRD; PMK No 3 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam PHPU Anggota DPD; dan PMK No 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait dan Keterangan Bawaslu dalam Perkara PHPU Anggota DPD, DPD, dan DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden.
Secara regulasi dan teknis, MK telah siap menangani penyelesaian sengketa Pemilu 2019.
Misalnya, sistem pengajuan permohonan sengketa pemilu bisa secara online melalui situs MK dengan fasilitas kemudahan mengakses jadwal sidang, tracking perkara semua sudah disiapkan.
MK pun telah melakukan bimbingan teknis kepada parpol, KPU, Bawaslu, para advokat, dan stakeholders terkait.
“Pada sengketa Pemilu 2014 belum dapat dilakukan secara online. Batas waktu pengajuan permohonan sengketa Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 sama-sama 3 x 24 jam setelah KPU mengumumkan hasil pemungutan suara,” terangnya.
Sementara, jangka waktu penyelesaian sidang sengketa Pileg 2014 dan Pileg 2019 pun sama, 30 hari kerja sejak permohonan diregistrasi secara lengkap.
Objek permohonannya pun sama, yakni Keputusan KPU atas hasil perolehan suara pileg yang mempengaruhi perolehan kursi DPR/DPRD, yang menjadi acuan ambang batas 4 persen perolehan suara parpol secara nasional (parliamentary threshold) sesuai bunyi Pasal 414 UU Pemilu.
Ada pun pemohon dalam sengketa pileg tahun 2014 dan 2019 yakni partai politik peserta pemilu.
Jadi, nanti para caleg DPR, DPRD Provinsi dan Kab/Kota yang ingin mengajukan permohonan sengketa hasil, harus melalui partai politik yang mengusungnya.
Tahapan proses sidangnya pun sama, mulai proses pendaftaran permohonan, berkas permohonan diregistrasi; dan penentuan majelis panel.
Setiap sidang panel pendahuluan terdiri dari tiga majelis hakim yang akan menangani sengketa pileg per provinsi.
Nantinya, parpol peserta pemilu mengajukan permohonannya sengketa per provinsi. Selain sidang panel per provinsi, juga pemeriksaan sidang dibagi per daerah pemilihan (dapil).
Majelis panel hakim konstitusi yang memeriksa sengketa pileg per-provinsi tidak boleh sama dengan daerah asal hakim konstitusi yang bersangkutan.
“Sidang panel per provinsi tidak boleh satu daerah dengan hakim konstitusi saat memeriksa sengketa pileg. Sengketa Pemilu 2019 dan Pemilu 2014 pun sama mekanismenya,” terangnya.
Kemudian, sidang panel pemeriksaan pendahuluan, rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menjatuhkan putusan sela, sidang pemeriksaan pembuktian, dan putusan akhir.
“Hasil dari pemeriksaan sidang panel akan dibahas dalam RPH (untuk menjatuhkan putusan sela),” jelasnya. (red)
Berikut ini tahapan dan jadwal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 dalam Peraturan MK Nomor 5 tahun 2018:
– Pendaftaran sengketa Pileg 2019: 8-25 Mei.
– Pendaftaran sengketa Pilpres: 23-25 Mei 2019.
Jangka waktu penyelesaian PHPU oleh MK sesuai peraturan, maksimal 30 hari kerja sejak permohonan PHPU diregistrasi lengkap.
Jika semua persyaratan saat pendaftaran PHPU dinyatakan lengkap, maka MK akan menggelar sidang perdana atau pemeriksaan pendahuluan untuk PHPU pilpres, berikut ini jadwalnya:
– Sidang perdana atau pemeriksaan pendahuluan PHPU pilpres: 14 Juni 2019.
– Sidang perdana atau pemeriksaan pendahuluan PHPU pileg: 9-12 Juli 2019
– Sidang putusan PHPU pilpres: 28 Juni 2019.
– Sidang putusan PHPU pileg: 6-9 Agustus 2019.
Komentar