TERNATE,MSC-Ketentuan
larangan melakukan mutasi pejabat dalam rentan 6 bulan sebelum penetapan sampai
akhir masa jabatan bagi calon petaha, harus menjadi perhatian serius jajaran
Bawaslu kabupaten dan kota yang akan melaksanakan Pilkada tahun 2020 nanti.
Koordinator
Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Maluku Utara,
Aslan Hasan meminta jajaran Bawaslu kabupaten dan kota terutama bagi daerah
yang memiliki calon petaha untuk kembali mengingatkan ke petaha akan hal itu.
Langkah
itu kata Aslan Hasan perlu dilakukan sebagai bentuk upaya pencegahan terjadinya
pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada 2020 yang dilakukan Bawaslu. “Mengingatkan
kepada petaha adalah bentuk upaya pencegahan, Bawaslu mengutamakan pencegahan dari
pada penindakan”, kata Aslan Hasan.
Dikatakan,
dalam UU No. 10/2016 dengan memuat larangan mutasi kecuali mendapat persetujuan
tertulis dari Mendagri. Jika melanggar, penyelenggara pemilu akan menjatuhkan
sanksi pembatalan sebagai kontestan pemilihan kepala daerah.
“Aturan tersebut tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Berdasarkan UU tersebut, 6 bulan jelang pilkada dan 6 bulan sesudah pilkada, setiap kepala daerah dilarang melakukan kebijakan strategis, termasuk mutasi dan promosi”, kata Aslan Hasan.
Untuk itu juga, perlu perhatian serius Bawaslu kabupaten dan kota tahapan pilkada 2020 sudah mulai pada bulan september 2019. Sehingga perlu dihitung jadwal tahapan pencalonan kaitan dengan waktu 6 bulan mutasi pejabat.
Menurutnya,
semangat turunya aturan tersebut dengan mempertimbangkan mutasi menjelang masa
penetapan calon dan pencoblosan berpotensi memiliki motif politis. Akan tetapi kalaupun
terpaksa harus melakukan mutasi, harus seizin Mendagri, itupun tidak boleh
promosi, namun hanya sekedar rotasi dalam jabatan satu tingkat.
Selain
itu lanjutnya, bisa saja terjadi kekosongan jabatan karena pejabatnya memasuki
pensiun sehingga membutuhkan pengganti definitif. Jangan sampai, kekosongan itu
menghambat ritme kerja aparatur pemda sehingga dibutuhkan ijin kemendagri.
(red)
Komentar