Oleh : Suhardy Hamid Rajji
(Pengurus Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Malut dan Relawan Rumah Baca Belo-Belo Haltim)
Sebelum hangat pertemuan dua putra terbaik bangsa pekan lalu, Jokowi dan Prabowo. di Waci kampung saya dua tokoh penting Ismunandar Hasan dan Iskandar Litte juga melakukan pertemuan penting. Makanya saya sempat curiga jangan-jangan Jokowi dan Prabowo terinspirasi oleh Ko Ice dan Ko Dar di Waci di kampung saya. Apalagi keduanya punya banyak sumber-sumber kekuasaan untuk bisa mendengar berbagai informasi. Siapa yang tahu itu. Kita balik lagi ke Waci.
Pertemuan yang mencairkan panasnya politik di kampung (setidaknya untuk sampai saat ini, belum tahu besokkan) yang jujur saja, bikin frustasi siapa saja yang mencintai kampung dan seisi mahluk yang hidup di atas tanahnya. Baku curiga segala hal. Apa untungnya? Tidak ada. Sekali lagi tidak ada.
Kisah pertemuan kawan karib ini seperti biasa, menimbulkan berbagai riak gejolak. Ada yang bersorak gembira bersyukur atasnya dan ada pula yang biasa saja. Yang akan mengherankan itu ketika ada yang tidak suka dengan pertemuan ini. Tentunya ada yang tidak beres dengan jiwanya.
Hampir 2 tahun ini masyarakat seperti terbelah dalam 2 kubu. Walau sebenarnya tidak terlalu kentara. Saya bisa merasakannya, semua bisa merasakan. Nah, pertemuan kedua tokoh fenomenal desa yang sempat menghebohkan Pemda dan masyarakat Halmahera Timur ini seharusnya mengisyaratkan sudah cukup pertikaian urat syaraf yang mengelompokkan diri dalam masing-masing kubu.
Percuma menghabiskan energi yang tidak perlu. Baku marah contohnya. Masa harus baku marah sepanjang tahun? Apa tidak lebih bagus jika baku marahnya dirubah dengan baku bantu (etfalgali). Lalu energi berupa pikiran inovatif dan visioner dituangkan dalam rencana-rencana hebat untuk desa kedepannya.
Ini sudah 2019, desa-desa lain sedang memikirkan bagaimana mengembangkan desanya. Kita kapan? Waci kapan? Helloo. Baku marah lagi? Tidak lelahkah?
Momen pertemuan yang membuat seisi ruangan haru karena ada pelukan dan tangis bahagia setelah sekian lama kedua kawan Ko Ice dan Ko Dar baru bertemu, ini benar-benar harus menjadi bahan bagus untuk introspeksi diri kalau-kalau masih ada pikiran buruk untuk berseteru.
Apalagi ada orang-orang yang katakanlah punya pengetahuan dan intelektualitasnya dipakai untuk turut memanas-manasi keadaan ini. Tambah ribet ini. Ada baiknya kita semua memberikan masukan arah pengembangan desa yang baik itu bagaimana. Kita tinggalkan yang sudah lalu-lalu. Ko Ice dan Ko Dar saja bisa begitu. Kita kapan?
Saya meminjam quotenya Kang Hasan dan merubah objek tempatnya untuk rekonsiliasi yang bersejarah ini:
Rekonsiliasi adalah kesadaran bahwa ada sesuatu yang jauh lebih penting, yaitu kampung dan desa ini. Kepentingannya jauh melebihi pentingnya ambisi pribadi.
Ko Ice dan Ko Dar, kapan bisa ngopi bareng lagi?
Komentar