oleh

Dugaan Politik Uang dalam Penjaringan Bakal Calon di Sula

TERNATE,MSC-Menjelang pemilihan kepada daerah (pilkada) tahun depan, isu mahar politik kembali mencuat. Praktiknya, meminta bayaran kepada kandidat ketika mendaftar ke partai politik.

Parpol berdalih pungutan kepada bakal calon itu diperuntukan untuk sejumlah kegiatan salah satunya pemberkasan administrasi bacalon, termasuk biaya kerja-kerja kesektariatan tim penjaringan.

Bawaslu menemukan tanda terima pendaftaran diserati dengan pelunasan biaya pendaftaran pada saat bakal calon mengembalikan berkas di Panitia Penjaringan calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula, PDI-Perjuangan.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara, Muksin Amrin ketika dikonformasi mengatakan, secara kelembagaan dirinya telah menginstruksikan ke jajaranya Bawaslu Kepulauan Sula untuk segera melakukan klarifikasi kepada tim penjaringan PDI-P Kepualuan Sula.

“Saya telah menginstruksikan ke Bawaslu Kepulauan Sula untuk segera memanggil dan melakukan klarifikasi terkait dengan pungutan biata pendaftaran oleh tim penjaringan PDI-P Sula”, kata Muksin Amrin,  

Terkait dengan pungutan kepada bakal calon oleh parpol saat penjaringan, Ketua Umum IMM Provinsi Maluku Utara, Alfajri A.Rahman menilai praktik pungutan yang dilakukan partai politik tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) 8/2015 tentang Perubahan atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Karena dalam Pasal 47 secara eksplisit menyebutkan, partai politik atau gabungan partai politik tidak diperkenankan menerima imbalan dalam bentuk apapun saat proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

 “Imbalan apapun tidak diperkenankan saat proses pencalonan. Aturan itu termasuk biaya yang disyaratkan bagi bakal calon yang melamar ke partai politik,” tegas Alfajri.

Menurut dia, penjaringan bakal calon itu senada dengan proses pencalonan. Apabila parpol tetap kukuh dengan syarat biaya pendaftaran, maka UU yang ada bakal dilanggar.

 “Parpol terkesan melegitimasi politik uang yang bersifat transaksional. Caranya, mematok sejumlah biaya dalam proses pendaftaran bakal calon,” terangnya.

Ketentuan tersebut termasuk sanksi bagi Parplol yang melakukan diantaranya, bila melanggar parpol bakal diganjar sanksi administratif hingga pidana. Rinciannya berada dalam UU 8/2015, yang menyebutkan parpol atau gabungan parpol yang menerima kompensasi saat proses pencalonan, bakal dilarang mengajukan calon untuk periode berikutnya di daerah yang sama tempat pilkada berlangsung. Bahkan, ada denda sebesar 10 kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.

Sedangkan untuk pidananya, tambah dia, diatur dalam UU 10/2016 tentang Perubahan kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2014 tentang Pemilihan gubernur, bupati dan wali kota menjadi undang-undang, khususnya pasal 187B dan 187C. (red)

Bagikan

Komentar