oleh

Perempuan Di Pusaran Sepak Bola

(Catatan Inspiratif  Radina Malawat, Tri Rismaharini, Ratu Tisha dan Angela Merkel)

Perempuan berbaju batik itu berdiri di tengah. Puluhan laki laki  berdiri mengurungnya. Dengan suara besar Ia menunjuk mereka  satu per satu, “Lihat saya..kalian tidak boleh menyerah…tidak ada takut!! Lihat saya!!..Jangan ada kata menyerah..sesulit apapun!! buat kami semua bangga terhadap kalian..ayoo tunjukkan kepada kita semua..kepada saya..kepada penonton, bahwa kalian luar biasa..buktikan kepada kami…kita adalah tim yang luar biasa!!. Tri Rismaharini memang bukan perempuan biasa. Walikota Surabaya ini dikenal pekerja keras dan fokus mengurus rakyatnya. Pelayanan harus terbaik. Yang tak jalankan perintah digebuk. Sudah telalu sering kemunculannya saat turun dan bekerja ketika ada masalah di tengah rakyat jadi trending topic.

Namun Sabtu sore itu, 24 Agustus 2019, Risma melakukan sesuatu yang tak biasa. Sendirian Ia datang di Gelora Bung Tomo (GBT). Masuk langsung ke ruang ganti pemain. Lalu sambil bicara dengan tegas dan bersemangat, Risma meminta semua pemain Persebaya harus bermain tanpa takut. Tak boleh kalah di kandang sendiri. Sore itu, Bajul Ijo menjamu Persija Jakarta. Skuad asuhan Bejo Sugiantoro tampil pincang tanpa enam pilar penting. Empat pemain termasuk Otavio Dutra dipanggil TimNas, lalu dua pemain muda TimNas U-23, Osvaldo Haay dan Rahmat Irianto juga absen.

Karena kehadiran Risma, Bajul Ijo bisa menahan imbang Macan Kemayoran.  Gol Marco Simic dibalas penalti el capitano Misbakun Solikin. Laga ini juga jadi debut bintang TimNas U-16, Mohamad Supriadi yang baru pulang “belajar” dari Inggris. Risma dicatat sebagai Walikota Surabaya pertama yang masuk ruang ganti pemain.

Perempuan ini di beberapa kesempatan terlihat sangat care dengan sepak bola Surabaya. Risma misalnya pernah datang ke GBT dan membersihkan sendiri kaca stadion, selalu menjamu tim jika menang termasuk saat Persebaya Junior juara Soeratin Cup 2018. 

Bicara tentang perempuan dan sepak bola, Kita tak boleh lupa menulis nama Angela Dorothea Merkel. Saat Jerman jadi host Piala Dunia 2006, Merkel yang belum setahun terpilih jadi Kanselir Jerman masih “malu malu”. Foto bersama sebagai bentuk dukungan untuk TimNas Jerman dibuat di tangga hotel tempat skuad asuhan Jurgen Klinsmann menginap. Formal dan kaku. Sikap yang sama masih terlihat saat Piala Dunia di gelar di Afrika Selatan tahun 2010. Meski beri dukungan tetapi belum total berinteraksi dengan pelatih dan pemain.

Baru empat tahun kemudian,  saat Brazil jadi tuan rumah, Merkel nyaris tak pernah absen setiap kali “die nationalmannschaft” bermain.

Dengan baju merah, pemimpin perempuan paling berpengaruh di Eropa ini tampak melonjak kegirangan saat Jerman membantai Portugal 4 – 0 di partai pertama penyisihan Grup G. Usai laga itu, Merkel bergegas ke ruang ganti pemain. Dia diterima dengan pelukan dan tawa gembira.

Lukas Podolski usai berselfie dengan sang Kanselir menyebut Merkel sebagai muttivation, gabungan sapaan mutti (Ibu) untuk Merkel dan motivation. Efek Merkel ke ruang ganti sungguh besar. Jerman yang diasuh Joachim Loew membantai tuan rumah Brazil dengan skor besar 7 – 1 di semi final. Partai yang terus dikenang publik Brazil dengan airmata. Tragedi Mineirazo.

Di partai final, Jerman sukses membungkam Argentina lewat gol Mario Goetze di babak perpanjangan waktu.

Jerman juara dunia ke empat kalinya dengan banyak catatan rekor. Mereka adalah tim Eropa pertama yang juara saat Piala Dunia berlangsung di benua Amerika Latin, Miro Klose jadi pemain tersubur sepanjang sejarah PD dengan 16 gol dan Jerman jadi tim paling subur yang tampil atraktif menghibur. Merkel ada di sana dan larut dalam gembira. “Kunjungan Kanselir ke ruang ganti sepanjang Piala Dunia menunjukan Ia menganggap serius masyarakat dan minat mereka,” kata Manfred Gullner, pendiri Forsa Institute, lembaga riset sosial yang bermarkas di Berlin.

Jauh sebelum Merkel dan Risma masuk keluar ruang ganti pemain yang semuanya laki laki, sejarah sepak bola Ternate juga punya tokoh perempuan hebat. Namanya Radina Badrun Malawat. Perempuan kelahiran 1944 ini adalah tifosi sejati Persiter Ternate. Akrab disapa “Ibu”, Radina adalah manager Persiter Ternate yang ikut Piala Soeratin tahun 1984. Masih sangat muda usianya, 40 tahun. Namun kiprah dan perhatiannya sangat luar biasa. Hampir sebulan, Radina yang saat itu jadi Camat Ternate Selatan – salah satu kecamatan dari Kota Administratif Ternate dengan 9 desa dan 10 kelurahan – harus meninggalkan tugas dan keluarga. Berada di Semarang karena cintanya pada Persiter.

Kala itu, sejumlah pemain muda berbakat dilatih salah satu pelatih legedaris Persiter, Umar Alting – lebih dikenal sebagai Umar Kao – bersama Nader Hasan. Starting eleven Persiter berisi Wahidin Husain sebagai penjaga gawang utama, Syarif Abdul Rajak – pernah jadi Danlanal Ternate bermain sebagai Libero, Stopper dihuni Malik Zamrun. Posisi bek kiri milik Idham Krois sedangkan bek kanan ada Desita Jaya Arif. Lalu defensive midfielder jadi jatah tetap Titi Tjong. Di posisi gelandang kiri ada Rustam Puha dan di kanan ada Hasyim Suruan. Perkara bikin gol dipercayakan pada dua sayap cepat, Mus Lampah di kanan dan Daud Yahya di kiri. Keduanya mengapit bomber utama, Arizona Hamadi. Sepak bola saat ini masih memainkan libero dengan satu stopper. Formasi Persiter mirip pola  4-3-3 namun tidak flat.

Anak anak Ternate ini sukses mencapai partai final Soeratin Cup yang digelar di stadion Diponegoro Semarang. Pencapaian final ketiga untuk Persiter setelah sebelumnya juara di tahun 1978 dan runner up di tahun 1980. Dalam laga final itu, sang rival Persikasi Bekasi yang mayoritas dihuni pemain klub Galatama Warna Agung lebih dulu unggul. Namun sebelum laga usai, Persiter menyamakan kedudukan lewat gol Arizona Hamadi. Di perpanjangan waktu, Persiter akhirnya takluk 1 – 3. Gagal mengulang sukses 1978. 

Radina seperti ditulis harian Kompas Senin, 23 April 1984, menatap kekalahan di final itu dengan sedih. “Tiap sore kami lapor dengan mantap, tetapi hari ini kami lapor hasil kekalahan dengan risau” aku Radiana. Siapa “bos” yang setiap usai bertanding selalu di radiogram sang manager?. Tak lain suaminya sendiri yang jadi pendukung utama dirinya saat bertugas. Radina dikenang sebagai  Camat perempuan pertama di Indonesia dan  Manager perempuan satu satunya bersama Persiter.

Arizona Hamadi, bomber jebolan Persiter Junior yang malang melintang di klub Krama Yudha Tiga Berlian dan sempat dipanggil Tim Nasional asuhan Anatoly Polosin mengenang Radina sebagai salah seorang manager terbaik dalam karir sepak bolanya. “Ibu adalah sosok paling berpengaruh di tim Soeratin saat itu. Sifat keibuan dan tak membedakan pemain membuatnya sangat dekat dengan kami. Semua pemain sama, dianggap sebagai anak sendiri” cerita Arizona.

Karena belum ada asrama, tim Persiter diboyong tinggal di rumah pribadi Radina di kawasan Mangga Dua.  Di rumah keluarga itu, Radina mengurus semuanya mulai dari makanan tim hingga kebutuhan lainnya. Meski sibuk bekerja di kantor, jebolan APDN Ambon tahun 1970 ini selalu menyediakan waktu bertemu dan ngobrol bersama pemain dan pelatih.

Di era milenial kini. sepakbola ternyata tak pernah lepas dari tangan perempuan. Ketika council meeting FIFA di Shanghai, China, memutuskan Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021, kita sangat maklum, ada peran besar Ratu Tisha Destria disana. Gadis kelahiran 30 Desember 1985 ini adalah Sekretaris Jenderal PSSI yang mempresentasikan kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah.  Tisha adalah Sekjen perempuan pertama PSSI yang kini berusia 87 tahun.

Mengelola sepak bola sejak sekolah, Tisha mendirikan perusahaan penyedia data analisis LabBola saat masih kuliah matematika di ITB. Kelar kuliah, fokus Tisha ke sepak bola makin menjadi. Ia kemudian ikut pendidikan FIFA master. Ada 6.400 pelamar dari seluruh dunia dan hanya 28 orang yang terpilih. Perempuan yang menguasai enam bahasa ini menamatkan FIFA master dengan peringkat kelulusan terbaik ke 7 dari 28 peserta yang mayoritas laki laki.

Usai keputusan di Shanghai itu, sepakbola kita mestinya mulai fokus pada penyiapan fasilitas tuan rumah dan Tim Nasional yang tangguh. Di Ternate, fokus pembinaan harus mengarah pada lahirnya pemain Nasional usia muda. Jangan sampai di gelaran Piala Dunia U-20 nanti, nama pemain dari Maluku Utara tak kedengaren. Tentang pembinaan, belajarlah ke kota Manchester. we are building a structure for the future, not just a team of all stars. Kutipan Sheikh Mansour ini dicetak besar dan di tempel di kantor klub Manchester City.

Banyak orang heran. Dengan dana jumbo, City bisa saja membeli pemain terbaik. Namun yang dilakukan malah membangun fasilitas latihan seluas 80 hektare dengan 16 lapangan standard, satu lapangan indoor dan satu stadion mini. City sadar uang meraka tak akan habis untuk belanja pemain terbaik dari seluruh dunia, tetapi untuk jangka panjang, ada satu yang akan hilang. Kebanggaan. Mereka sadar investasi terbaik untuk masa depan sepak bola ada pada pembinaan yang dituliskan dengan “P”.

Tisha yang sudah sejak awal “bekerja” sebaiknya dibiarkan terus melangkah. Apapun hasil Kongres PSSI besok lusa, nama Tisha sebaiknya tetap ada. Dia sangat paham bagaimana membangun sistim pembinaan sepak bola terutama usia dini dan mengkorelasikannya dengan kompetisi. Dari Merkel, Risma, Radina hingga Tisha, kita kemudian tahu jika sentuhan perempuan juga meninggalkan banyak jejak sukses. Merekalah “pembina” yang paling mengerti bagaimana “membina”.

Mereka punya segalanya untuk membantu sukses. Ada passion, feminism, solidarity dan refusing to lose. Megan Rapinoe, kapten tim sepakbola Amerika Serikat yang baru saja juara Piala Dunia 2019 menegaskan sikap itu, “Kami merasakan tanggung jawab tidak hanya untuk membela  apa yang pantas kami dapatkan sebagai atlet, tetapi juga untuk apa yang kami tahu benar atas nama – rekan satu tim, rekan tim di masa depan, sesama atlet perempuan dan perempuan di seluruh dunia”.

Bagikan

Komentar