TOBELO,MSC-Bupati
Halmahera Utara, Fran Manery melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi
(Kominfo), Deki Tawaris menilai Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba tidak
memahami Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 60 Tahun 2019
tentang Garis Batas Wilayah.
Menurut
Deki Tawaris, pernyataan gubernur Abdul Gani Kasuba di media massa yang
menyebutkan terdapat masyarakat empat desa, Bobane Igo, Akelamo, Tetewang dan
Akesahu ini sebagian masuk Halbar sehingga harus bentuk desa baru, dikarekan kode
wilayahnya masih Halut
Dikatakan,
statement yang disampaikan gubernur adalah wujud ketidakmampuan dalam memahami
permendagri Nomor 60 tahun 2019 yang telah menentukan koordinat batas antara
dua kabupaten dan 6 desa adalah wilayah Halmahera Utara.
Hanya
saja kata Deki, dalam Permendagri 60 yang dimaksudkan sangat tidak sesuai
dengan regulasi sebelumnya, seperti PP 42/1999 dan UU nomor 1/2003 maupun
Permendagri 137/2017.
“Keputusan
Kemendagri harus sesuai peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan Undang-Undang/Peraturan Pemerintah yang kedudukan hukum lebih tinggi
dari Permendagri,”tegas Deki.
Menurut
Deki Tawaris, sebelum draft Permendagri nomor 60 Tahun 2019 keluar, . seharusnya
dua kabupaten diundang untuk disosialisasikan poin-poin yang ada di dalam
Permendagri tersebut. Jika ada yang berubah dan tidak mengacu pada UU no 1
tahun 2003 maka perlu ada perubahan.
Dan
sampai saat ini katanya, Pemda Halut melalui instansi teknis telah mempelajari
Permendagri 60 dan pada titik koordinat di sekitar kecamatan Kao Teluk ada
lahan yang hilang akibat penyerobotan oleh Pemkab Halbar melalui permedagri
cacat tersebut.
“Harusnya
Kemendagri mengundang gubernur dan kedua kabupaten untuk dilakukan sosialisasi
sekaligus menyerahkan secara resmi Permendagri 60/2019 ini, tidak boleh
perintahkan Pemprov untuk mensosialisasi, karena Pemprov tidak dalam posisi
sebagai bagian dari tim pusat penyelesaian batas wilayah yang mengetahui teknis
penyusunan dan alasan penentuan titik- titik koordinat batas,”sebut Deki
Lanjut
Deki, jelang momentum Pilkada 2020 yang dilaksanakan secara serentak, Pemda Halut
berharap agar Pemprov tidak lagi membuat kegaduhan di wilayah enam desa. Sebab,
Kita ketahui bersama 6 desa versi Halut yang secara hukum sah dan memiliki kode
desa dan kucuran DD, bukan melainkan enam desa versi Halbar.
“Contoh
penduduk Halbar boleh tinggal di wilayah Halut,
tetapi terkait haknya sebagai pemilih tetap tercatat sebagai pemilih
Halbar sesuai KTPnya. Sehingga alasan untuk segera dibentuk desa baru di wilayah
Halut merupakan alasan yang mengada-ada, “ungkapnya.
Oleh karena itu kata Deki, Pemda Halut menyatakan protes terhadap gubernur yang tidak melibatkan pemda Halut dalam setiap kebijakan terhadap masyarakat 6 desa. Sebab, ketidakadilan sikap Gubernur/Pemprov kepada Kabupaten Halut.
“Perlu kami sampaikan bahwa sejengkalpun Halut tidak akan pernah melepaskan atau memberikan 6 desa ke Halbar, dan jika Kemendagri tidak mengakomodir masukan untuk merevisi beberapa titik koordinat pada Permendagri 60/2019, maka kami akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan judical review ke PTUN ataupun MK, “ujar Deki Tawaris. (AL)
Komentar