TERNATE,MSC-Politisasi bantuan sosial
(bansos) tengah menjadi perhatian Bawaslu Maluku Utara, khususnya karena 8 daerah
bakal menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di tahun ini. Ternyata
politisasi bantuan di masa pandemic tak hanya menjerat calon petahana, akan
tetapi berlaku bagi semua bacalon di luar petahana.
Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara,
Muksin Amrin SH MH mengatakan, politisasi bantuan berlawanan dengan suara hati
kemanusiaan yang seharusnya tulus tanpa ada niat lain yang tersembunyi. Ia pun
berharap, agar ke depan, pemberian bantuan tak lagi menjadi agenda politik,
melainkan karena solidaritas kemanusiaan.
“Kami berharap bantuan untuk
meringan beban bagi saudara kita yang terkena dampak Covis-19 lahir rasa
kemanusiaan dan ketulusan bukan bantuan demi kepentingan politik,” ujar Muksin
Amrin kepada wartawan di kantor Bawaslu Malut, Selasa (23/6/2020).
Menurut Muksin, politisasi bantuan di
saat pandemic biasanya terjadi bagi calon petahana, akan tetapi katanya,
ancaman diskualifikasi bukan saja bagi calon petahana akan tetapi bagi semua
bacalon kepala daerah.
“Ketentuan calon bukan petahana juga
dapat dijerat karena aturan yang dikenakan sanksi undang-undang lain, dengan
penerapan pasal yang diterapkan adalah politik uang,:kata Muksin Amrin.
Dia mengatakan, Kalau yang memberikan
adalah tim pasangan calon, bakal pasangan calon, atau orang lain maka yang
dipidana penjara adalah orang yang dimaksud tapi kalau yang diberikan pasangan
calon lalu ada putusan pengadilan yang penjara yang bersangkutan didiskualifikasi.
“Jadi tak hanya calon petahana saja,
tetapi semua calon kalau melakukan pembagian sembako atau bantuan lainnya
dengan kepentingan politik akan berlaku jeratan diskualifikasi,”kata Muksin
Amrin.
Dalam UU nomor 17 tahun 2017 tentang
pemilu di pasal 71 ayat 2 yang berbunyi gubernur bupati/ walikota dilarang membuat program atau melaksanakan
program yang menguntungkan dirinya atau menguntungkan orang lain. Pada
ketentuan ayat berikut pasal 4 bagi petahana akan diberi sanksi diskualifikasi.
Dengan begitu, lanjut Muksin,
petahana yang melakukan pembagian Bansos menggunakan APBD tetapi setelah
diinvestigasi ternyata kegiatan itu adalah kepentingan pilkada, maka itu
berpotensi diskualifikasi kepada yang bersangkutan ketika calon tersebut sudah
ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU.
“Jadi jangan menganggap dia berikan karena belum ditetapkan sebagai calon bupati jangan. Karena ketika dia lakukan kemudian dicek kebenaranya adanya pemberian bansos kepada masyarakat yang terdampak virus corona, setelah bulan September ternyata ditetapkan sebagai pasangan calon. Bawaslu dapat memproses yang bersangkutan,” tegasnya.
Muksin juga menegaskan, jika politisasi Bansos dilakukan saat ini, maka akan berpotensi apabila yang bersangkutan ditetapkan pasangan calon, dan ada laporan dari masyarakat. “Pertanyaannya dengan begitu apakah Bawaslu bisa memproses? Tetap bisa karena pelanggaran diproses setelah 7 hari diketahui atau dilaporkan,” tegasnya. (red)
Komentar