oleh

Bawaslu Ternate Kembali Tinjau Pasal Pidana Pemalsuan Syarat Dukungan Calon Perseorangan

TERNATE,MSC-Penerapan tindak pidana terkait dugaan pemalsuan dukungan bagi calon perseorangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pasal 185 A undang-undang nomor 10 tahun 2016, masih menjadi pembahasan di kalangan penyelenggara Pemilu terlebih Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Sebab dalam pasal 185 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan  Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, masih memiliki perbedaan dalam penafsiran terkait dengan pemalsuan dokumen dukungan calon perseorang.

Untuk itu, Bawslu Kota Ternate kembali melakukan telaah terhadap pasal 185 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Telaah tersebut terkait dengan unsur calon perseorangan ini apakah sudah terdaftar di KPU baru disebut sebagai calon perseorangan ataukah calon perseorangan yang dimaksud adalah calon yang belum mendaftar di KPU.

“Memang ini jadi diskusi Bawaslu hampir semua daerah, dan kita telah konsultasi dengan Ketua Bawaslu Provinsi, disarankan untuk melakukan telaah kembali,”ungkap Kifli Sahlan Ketua Bawaslu Kota Ternate ketika dimintai tanggapannya pada Sabtu (8/8/2020) di kantor Bawaslu Kota Ternate.

Apalagi kata Kifli Sahlan kasus yang sama juga terjadi di beberapa daerah seperti di kabupaten Lampung Timur yang saat ini sudah sampai pada tingkat penetapan tersangka bagi Pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati dari jalur perseorangan.

“Bawaslu beserta sentra Gakkumdu langsung melakukan pertemuan membahas penerapan unsur calon perseorangan,”sebutnya. Ia mengatakan, jika hal tersebut sebagaimana ketentuan, Bawaslu Kota Ternate berencana berdiskusi kembali mengenai dengan maksud unsur yang dimaksud dalam pasal 185 A bersama Gakkumdu.

Untuk mewujudkan pemilihan yang adil dan berkualitas dirinya meminta agar seluruh elemen masyarakat hingga penyelenggara lebih pro aktif dalam mengawasi tahapan pilkada termasuk tahapan Verifikasi Faktual perbaikan calon perseorangan.

“Tak hanya elemen masyarakat, saya juga telah menyampaikan ke seluruh jajaran kami di lapangan untuk teliti dan cermat melakukan pengawasan pada setiap tahapan termasuk Verifikasi Faktual perbaikan calon perseorangan,”tegasnya.  

Sementara itu, Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum, Penanganan Pelanggaran dan Sengketa Bawaslu Kota Ternate, Sulfi Majid mengaku ada banyak perbeedaan pandangan terkait dengan pasal 185 A khususnya unsur calon perseorangan.  

Dikatakan, bahwa dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (4) mengisyaratkan bahwa Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.

Kemudian Pasal 41 Ayat (2) UU menjelaskan bahwa calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon walikota dan wakil walikota jika memenuhi syarat dukungan.

Sehingga menurut Sulfi Majid, jika kita mencerati kembali bunyi dari Pasal 1 Ayat (4) dan Pasal 41 Ayat (2) tersebut, lalu dihubungkan dengan ketentuan unsur “Calon Perseorangan” di Pasal 185 A Ayat (1), bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, apabila terbukti melakukan pelanggaran manipulasi daftar dukungan untuk Calon perseorangan terancam pidana, penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Di samping itu, denda paling sedikit 36 juta dan paling banyak Rp72 juta. Karena itu unsur Calon perseorangan tersebut maknanya adalah Calon Perseorangan yang telah menyerahkan syarat dukungan di KPU.

“Artinya, unsur calon perseorangan sudah dapat terpenuhi sejak menyerahkan syarat dukungan, bukan pada saat mendaftar atau didaftarkan di KPU. Hal ini kalau tidak dicermati dengan baik kadang memunculkan tafsiran dan presepsi yang berbeda mengenai ketentuan pasal 185 A itu,”jelasnya.

Bahkan diakui Sulfi Majid, sebelumnya Bawaslu Kota Ternate sempat menafsirkan bahwa unsur calon perseorangan itu kecuali ketika calon perseorangan sudah mendafar di KPU baru dapat dikatakan calon perseorangan.

Padahal sesungguhnya kata Sulfi tidak demikian maksud dari pasal 185 A. Olehnya itu, Bawaslu mencermati kembali dan telah menemukan titik terang dari maksud norma tersebut. (red)

Bagikan

Komentar