TERNATE-Hasil riset Bidadari Halmahera menyebutkan, lemahnya pengawasan orang tua salah satu akar pemicu kekerasan (seksual) terhadap perempuan di Maluku Utara. Selain itu, minimnya pendidikan seks, pergaualan bebas dan Kenakalan remaja.
Direktur Bidadari Halmahera Sahroni Hirto mengungkapkan, hasil riset melibatkan 700 responden tersebar di 10 kabupaten dan kota menyebutkan 37,93 persen lemahnya pengawasan orang tua akar pemicu kekerasan seksual di Maluku Utara.
“Pergaulan bebas menempati urutan kedua yakni 43 persen, dan menarik lagi minimnya pendidikan seksual baik di sekolah maupun di rumah,”ungkap Sahroni Hirto pada Acara Diseminasi Hasil Riset Identifikasi akar kekerasan terhadap perempuan di Maluku Utara, bertempat di Sabeba Café, Jumat (18/11/2022).
Dikatakan, minimnya pendidikan seksual menjadi salah satu faktor kasus kekerasan berulang kali terjadi. Orang tua kata Sahroni, didorong untuk sedini mungkin memberikan pemahaman kepada anak tentang tubuhnya, sehingga anak bisa belajar melindungi diri dari ancaman kekerasan seksual.
Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) provinsi Maluku Utara (Malut) Musyrifah Alhadar menyebutkan, angka kekerasan Perempuan di Maluku Utara masih tinggi.
“Pada tahun 2021 kasus kekerasan perempuan mencapai 140 lebih dan saat ini sampai oktober 2022 sudah sekitar 236 kasus angka kekerasan perempuan. Itu yang tercatat di kami, kalau kita telusuri yang tidak tercacat berapa banyak lagi,”kata Musyrifah Alhadar.
Sebagian besar kasus itu terjadi di rumah tangga, ditempat kerja, tempat lainnya, sekolah, dan fasilitas umum. Musyrifah Alhadar mengaku prihatin masih banyak kasus kekerasan perempuan dan anak.
Musyrifah berharap adanya koordinasi yang baik antar instansi terkait penanganan korban, sehingga efek jera dapat dipakai sebagai pembelajaran bagi para pelaku. Dia juga mengajak seluruh elemen masyarakat agar turut aktif melaporkan peristiwa yang terjadi di lingkungannya, agar dapat dilakukan penanganan secara komperhensif. (red)
Komentar