TERNATE-Anggota Komisi XI DPR-RI Ahmad Yohan meningatkan Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk tidak puas atau bangga dengan status Provinsi terbahagia dan Provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.
Sebab kata anggota DPR RI asal Partai Amanat Nasional, Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Timur I itu, disaat bersamaan prevalensi stunting di Provinsi Maluku Utara berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 sebesar 27, 5 persen.
Dia juga menyoroti laporan Asisten III Pemda Malut, Asrul Gailea yang menyebutkan, hampir 10 kabupaten/kota masyarakat menikmati makan apa adanya yang kita punya, sehingga menurut survey Maluku Utara Provinsi paling bahagia.
Dikatakan, dari satu sisi kita senang, tetapi sebagai orang timur yang punya kultur, budaya dan keadaan yang hampir sama kita senang dipuji orang bahwa kita provinsi paling bahagia.
“Tapi disisi lain saya miris dan sedih, ketika orang asing datang kita biarkan ambil nikel, emas kita. Lalu kita disuruh bahagia dengan makan sikong, makan ubi yang kita punya. Bahaya ini,” ungkapnya saat kunjungan kerja reses di Maluku Utara, Jumat (16/12/2022).
Karena saat ini, kata Ahmad Yohan fakta menujukan angka stunting tertinggi di Maluku Utara. Di Kabupaten Pulau Taliabu 34 persen, di kota Ternate 24 persen. Sehingga rata-rata angka stunting di Maluku Utara 27,5 persen.
Dia menyebutkan, berdasarkan data yang diterima angka prevalensi stunting di Maluku Utara, yang tertinggi Kabupaten Taliabu sebesar 35,2 persen. Kedua, Halmahera Selatan 33,7 persen, Halmahera Timur 32,7 persen, Halmahera Utara 30,5 persen, Halmahera Barat 30 persen. Sedangkan paling rendah itu Kota Ternate di 24 persen. Halmahera Tengah 29,1 persen, Pulau Morotai 28,3 persen, Kepulauan Sula sebesar 27,7 persen dan Tidore Kepulauan 25,1 persen.
“Jadi di Maluku Utara angka pertumbuhan ekonomi 27 persen, tetapi angka stunting 27,5 persen juga. Kenapa kita bicara pertumbuhan ekonomi kita bagus tapi rakyat kita menderita,”katanya.
Menurutnya, ini adalah musibah bagi Maluku Utara masyarat disuruh makan ubi, makan singkong sementara tenaga kerja asing datang menguras nikel dan emas. Sama seperti Papua, tambang emas Friport tetapi masyarakat Papua ada yang mati digigit nyamuk.
Dia juga mengingatkan banyak tambang yang masuk di Maluku Utara, jangan dianggap remeh karena tambang merusak alam dan lingkungan termasuk merusaka nelayan kita di Maluku Utara.
Olehg karena itu, Pemerintah Daerah harus perlu banyak bicara dengan perbankan agar UMKM dan KUR itu benar-benar kita dorong, agar masyarakat merasakan. Sebagai pemerintah daerah harus tegas, jangan orang lain mengambil kebahagian kita, lalu kita pura-pura bahagia makan singkong, ubi dan sebagainya.
“Saya ingkatkan kepada Pemda jangan terjebak dengan angka-angka meroket 73 persen tetapi jangan lupa stanting juga 27 persen. 27 persen bayi kita tumbuh dengan stunting itu masa depan Maluku Utara Insya Allah akan hancur. Stunting itu kurang gizi, pertumbuhan bayi tidak bagus dan otaknya juga menurun. Apa mau kita 27,5 persen bayi kita tumbuh stunting ditengah ekonomi meroket sampai 27 persen. Emas diambil, nikel diambil orang asing,”ungkapnya. (red)
Komentar