oleh

Pemda di Maluku Utara Menggugat DBH Sektor Pertambangan ke Presiden Jokowi

TERNATE-Pemerintah Daerah Provinsi maupun kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, akan menggugat Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara, Samsuddin Abdul Kadir pada saat Rakor Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota se Maluku Utara menyebutkan, keinginan masing-masing Pemda di Makuku Utara adanya pembagian DBH yang sesuai dengan porsi terutama daerah penghasil.

“Bisa nilainya besar sementara kita lakukan pengumpulan data dan butuh informasi dari kabupaten/kota untuk bisa memaksimalkan pendapatan ke depan,” ungkap Samsuddin kepada wartawan usai Rakor dengan tema Evaluasi Perkembangan Ekonomi dan Dana Bagi Hasil Sektor Pertambangan, di Ternate pada Senin (9/1/2022).

Untuk itu, Samsuddin mengajak seluruh Pemda di Maluku Utara termasuk para akademisi untuk melakukan kolaborasi terkait dengan tuntutan adanya pembagian DBH sesuai dengan porsi yang layak diterima.

Sementara itu Ekonom Maluku Utara, Mohtar Adam yang menjadi inisiator gugatan pembagian DBH mengatakan, polemik dana transfer DBH antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Maluku Utara tak habis jika hanya berdiskusi tanpa melakukan actiong ke Pemerintah Pusat.

“Apa yang dilakukan ini sebenarnya meminta hak daerah, karena dari hasil perhitungan masih ada sejumlah dana yang harusnya menjadi hak daerah masih tertahan di Pemerintah Pusat,”sebutnya.

Dari hasil rakor kata Mohtar Adam, ada beberapa alasan Pemda Provinsi maupun Pemda kabupaten/Kota melakukan actiong gugatan ke Pusat. Gugatan sejumah regulasi yang merugikan daerah ke kementerian dan bahkan ke Presiden.

Diantaranya, daerah tidak mendapat laporan data ekspor pertambangan karena dalam ketentuan hal tersebut kewenangan Pemerintah Pusat. Atas hal tersebut dalam rakor pemda beberapa persoalan yang disampaikan menjadi alasan gugatan ke Pusat.

Seperti, penerimaan PNBP dari sektor tambang tidak sesuai dengan data ekspor dan eksploitasi sumberdaya alam karena daerah tidak memiliki akses atas data yang di kelola kementerian ESDM.

Formula perhitungan DBH tambang, dirasakan merugikan daerah penghasil di Maluku Utara, serta formula perhitungan DBH 2023 tidak sesuai dengan hasil rekon data tahun 2023 oleh kementerian ESDM.

Selain itu juga UU HKPD mengabaikan semangat Negara Kepulauan yang di sepakati dalam UUD 1945 dan regulasi terkait pertambangan mengabaikan daerah otonom di wilayah tambang. (red)

Bagikan

Komentar