oleh

Dari Obi Untuk Indonesia, Harita Pelopor Penerapan Teknologi HPAL

MALUTSATU,OBI-Harita Nickel melalui unit bisnisnya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) afiliasi bisnis dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) telah menjadi pionir di industri hilirisasi nikel dengan beroperasi produksi nikel sulfat pertama di Indonesia dan terbesar di dunia.

Teknologi HPAL yang diterapkan oleh Harita Nickel adalah terobosan signifikan dalam industri ekstraksi nikel dan kobalt, serta menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan dengan jejak karbon yang lebih rendah.

Teknologi HPAL telah dipakai di banyak negara, seperti China, Filipina, dan Kuba. Namun, ada juga yang gagal menerapkan teknologi hidrometalurgi yang cukup rumit ini.

Sedangkan di Indonesia, beberapa pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel mencoba menerapkan teknologi HPAL sejak beberapa tahun lalu, tetapi belum berhasil sampai saat ini. Dan Harita Nickel menjadi perusahaan pemrosesan nikel yang berhasil menerapkan HPAL pertama kali di Indonesia.

Dari perut bumi Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, melalui tangan-tangan anak bangsa, membuat sejarah baru dalam industri nikel dunia, sekaligus membawa nama Indonesia ke kanca dunia.

Roy Martua Sigiro selaku Deputy Department Head of Nickel Sulphate and Acid Plant Harita Nickel mengatakan, teknologi HPAL adalah teknologi pemurnian nikel kadar rendah ataupun yang sering kita sebut sebagai limonit yang selama ini belum pernah diolah. Selama ini hanya dibuang menjadi overburden dan yang diolah hanyalah nikel kadar tinggi atau pun saprolit.

Teknologi HPAL Harita Nickel telah mengelola nikel berkadar rendah menjadi lebih bernilai sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar. Harita Nickel telah memenuhi kebutuhan pasar terhadap baterai kendaraan listrik berupa barang setengah jadi.

Keberhasilan Harita Nickel menerapkan teknologi HPAL lewat pabrik pengolahan nikel, PT Halmahera Persada Lygend (HPL), sebagai bagian dari Harita Nickel, pada 2021. Saat itu, baru berupa mixed hydroxide precipitate (MHP).

Sementara itu, Rico Windy Albert  selaku Head of Technical Support Harita Nickel  menjelaaskan, teknologi HPAL ini terbilang ramah lingkungan karena pemanfaatan energinya lebih minim dibanding teknologi pengolahan nikel lain sejenis. Tentu saja emisi yang dihasilkan juga rendah,”ungkap

Ditambahkan Rico, Harita Nickel adalah pelopor dalam penerapan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Indonesia, sekaligus membuka jalan baru bagi industri baterai mobil listrik di Indonesia.

Dengan kapasitas produksi yang besar dan kemampuan untuk menghasilkan nikel sulfat serta kobalt sulfat, teknologi ini memainkan peran penting dalam mendukung transisi global menuju energi terbarukan.

“Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia tidak hanya dalam pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah melalui teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL), tapi juga membawa Indonesia satu langkah ke depan sebagai produsen bahan baku baterai kendaraan listrik yang diperhitungkan dunia,” kata Rico.

Teknologi HPAL memungkinkan bijih nikel limonit (kadar rendah) dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomis, karena sebelumnya tidak dimanfaatkan. Ini menjadi salah satu upaya konservasi mineral.

Proses pengolahannya memanfaatkan asam sulfat sebagai sumber energi untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). Produk ini kemudian diproses lebih lanjut menjadi menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat – bahan baku utama baterai kendaraan listrik.

Selain itu, pabrik HPAL Harita Nickel pun memproduksi turunan MHP untuk bahan baku baterai mobil listrik sejak 2023, yakni nikel sulfat dan kobalt sulfat. Nikel sulfat bakal jadi bahan prekursor katoda baterai litium, sementara kobalt sulfat jadi material katoda baterai litium. (red)

Bagikan

Komentar