TIDORE,MSC-Ketua Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tidore Kepulauan, Bahrudin Tosofu kembali mengingatkan
Pemerintah Tikep atau Walikota Tikep, Capt Ali Ibrahim dapat melakukan mutasi
jabatan jika itu dianggap penting untuk kepentingan roda pemerintahan.
Sebab kata Bahrudin Tosofu, ketentuan
yang telah diatur dalam Pasal 71 UU No 10/2016 disebutkan bahwa gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dilarang melakukan
penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
Dalam Negeri (Mendagri).
“Kalau dianggap penting untuk
kepetingan organisasi, walikota dapat melakukan mutasi tetap harus mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, “kata Bahrudin Tosofu kepada malutsatu.com,
Kamis (2/1/2020).
Selain itu katanya, mutasi atau rolling
jabatan dapat dilakukan sebelum batas waktu yang ditentukan berdasarkan UU
Pilkada nomor 10 Tahun 2016. “Batas waktu 6 bulan juga harus dilihat pada PKPU
Nomor 16 Tahun 2019,” katanya.
Lanjut Bahrudin, berdasarkan PKPU
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan
Pilkada 2020, penetapan pasangan calon peserta Pilkada 2020 adalah tanggal 8
Juli 2020.
“Artinya, kepala daerah tidak boleh lagi
melakukan rotasi, mutasi atau demosi Jabatan ASN terhitung mulai 8 Januari 2020,
tetapi sebelum tanggal tersebut dapat dilakukan,” kata Kudin panggilan Bahrudin
Tosofu.
Untuk itu Bawaslu Tikep sebagai
bagian dari pencegahan, telah melayangkan surat pemberitahuan kepada Walikota
Tikep untuk larangan mutasi dan rolling jabatan di jajaran Pemkot Tikep jelang
pelaksanaan Pilkada 2020 nanti.
“Kami telah menyampaikan surat
cegah dini seperti yang dimaksudkan Bawaslu RI ke Pemkot Tikep,” katanya seraya
menabahkan melalui surat cegah dini tersebut, pihaknya ingin mengingatkan
kembali yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta pilkada, termasuk calon
yang berstatus incumbent.
Selain itu kata Kudin, incumbent juga
dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah
lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan
penetapan pasangan calon terpilih.
Jika gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan tersebut, petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.
“Sanksinya itu didiskualifikasi sebagai calon. Bawaslu dalam surat pencegahan juga mengingatkan kembali mengenai netralitas ASN,” ujar Kudin. (red)
Komentar