MALUTSATU,OBI-Teknologi HPAL berhasil dikembangkan di Pulau Obi dibawah PT Halmahera Persada Lygend (HPL), salah satu perusahaan milik Harita Nickel yang beroperasi dengan kapasitas pengolahan pabrik sebesar 8,5 juta ton bijih nikel.
Dengan adanya teknologi HPAL ini, diharapkan Indonesia mampu untuk menjaga komitmen dalam memproduksi nikel dengan cara yang efektif, efisien, dan tentunya ramah lingkungan demi visi pembangunan berkelanjutan.
Deputy Department Head of Nickel Sulphate and Acid Plant Harita Nickel, Roy Martua Sigiro, mengungkapkan penerapan teknologi HPAL memberi manfaat yang besar karena mampu mengubah nikel kadar rendah (limonit) menjadi lebih bernilai.
“Teknologi HPAL adalah teknologi pemurnian nikel kadar rendah ataupun yang sering kita sebut sebagai limonit yang selama ini belum pernah diolah. Selama ini hanya dibuang menjadi overburden dan yang diolah hanyalah nikel kadar tinggi atau pun saprolit,” terang Roy.
Namu seiring dengan hadirnya teknologi HPAL dapat mengolah limonit menjadi MHP ataupun mixed hydroxide precipitate, nikel sulfat, dan kobalt sulfat.
Proses produksi diawali dengan tahap persiapan yakni mencairkan bijih nikel kadar rendah yang tadinya berbentuk tanah. Bahan lalu dimasukkan ke tahap high pressure acid leaching menggunakan asam sulfat dan steam (uap bertemperatur tinggi).
Roy menjelaskan, pada tahap ini, produk masuk ke dalam tabung bernama autoclave. Selanjutnya, nikel masuk ke tahap netralisasi dan sejumlah proses lainnya dengan tujuan untuk membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan. Setelah melalui proses MHP akan melalui proses yang namanya solvent extraction untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat.
“Kemudian larutan nikel sulfat dan kobalt sulfat akan kita proses kembali menggunakan proses kristalisasi sehingga mendapatkan kristal nikel sulfat dan kobalt sulfat seperti yang sudah kita lihat,” jelasnya.
Kristal nikel sulfat dan kobalt sulfat yang dihasilkan akan dijual sesuai ukuran. Namun masih ada sejumlah tahapan lagi sebelum nikel sulfat bertransformasi menjadi baterai listrik. Setelah dari kobalt sulfat dan nikel sulfat akan menuju ke prekursor baterai, setelah itu katoda baterai.
“Jadi kalau bisa saya bilang produk yang dihasilkan Harita Nickel sudah di setengah jalan untuk mencapai baterai listrik,” kata Roy Martua Sigiro. (red)
Komentar