oleh

Bawaslu Minta Pisah Pemilu Daerah dan Nasional

TERNATE,MSC-Rumitnya pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2019 yang memunculkan banyak masalah, termasuk korban jiwa sejumlah penyelenggara di berbadai daerah akibat terlalu besar beban kerja.

Untuk itu Pemerintah diminta agar segera melakukan evaluasi pelaksanaan Pemilu secara serentak, sehingga diharapkan ke depan tidak dilakukan seperti pemilu tahun 2019 ini.

“Pemilu ke depan nanti dipisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah, agar penyelenggara di tingkat bawah tidak terbebani dengan kerja-kerja cukup panjang dan dibatasi waktu seperti pemilu 2019,” kata Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Muksin Amrin SH MH.

Secara teknis, lanjut Muksin Amrin, Bawaslu menemukan banyak masalah terutama data formulir C1 yang semestinya disampaikan saksi ke partai, ternyata masing-masing caleg membawanya untuk kepentingan pencalegannya, sehingga persaingan tidak sehat terjadi di antara internal partai, apalagi sesama dapil.

Untuk itu Muksin Amrin menyarankan, agar pemilu mendatang nanti di bagi untuk pemilu secara nasional hanya memilih Presiden, anggota DPD-RI, DPR-RI sedangkan pemilu daerah nanti hanya memilih kepala daerah, anggota DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Lanjut Muksin Amrin, agar evaluasi pelaksanaan pemilu dengan membedakan jadwal waktu pilpres dan pileg dan pelaksanaan pemilu dengan membatalkan rencana penggabungan pelaksanaan pemilu secara serentak untuk pilpres, pilkada, dan pileg harus dibatalkan.

Muksin mengaku tidak setuju, terkait dengan rencana pemerintah pada tahun 2024 akan menggabungkan pilpres, pilkada gubernur, pilkada bupati/walikota, pileg DPR-RI, pileg DPD-RI, pileg DPRD provinsi, dan pileg DPRD kabupaten/kota.

“Kalau penggabungan seperti rencana pemerintah di tahun 2024, saya pikir akan lebih rumit dari pemilu 2019 ini”, ungkapnya seraya berharap harus dipisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.

Secara teknis, kata Muksin, dalam pelaksanaan pemilu, harus ada penambahan jumlah petugas KPPS maupun petugas pengawas di tingkat kelurahan dan desa, karena banyaknya kertas suara yang harus diisi dan dihitung dan kurangnya proses pengawasan di lapangan.

Selain itu persoalan surat suara yang begitu besar dan cara menghitungnya sangat rumit, sedangkan teknis dan sistem administrasi dan penghitungan terlalu panjang, misalnya KPPS harus membuka dan memasang plano C1 yang terlalu panjang dan cara ini sangat berbeda ketika pemilu sebelumnya.

“Banyaknya pekerjaan di tingkat KPPS sehingga mereka harus bekerja, maka seleksi yang lebih ketat untuk petugas pemilu, terutama soal kesehatan fisik dan psikologis yang memenuhi standar,” kata Muksin Amrin. (red)

Bagikan

Komentar