MALUTSATU,TERNATE-Indonesia melalui program hilirisasinya sudah mampu menghasilkan nikel sulfat atau bahan baku utama penyusun prekursor katoda baterai kendaraan listrik.
Produksi nikel sulfat itu dimiliki oleh Harita Nickel melalui unit bisnisnya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yang merupakan perusahaan afiliasi bisnis dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
Produksi nikel sulfat pertama di Indonesia dan juga merupakan yang terbesar di dunia dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun berada di kawasan operasional Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan hilirisasi terintegrasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Selain memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), perusahaan sejak 2016 telah memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel saprolit dan sejak 2021 juga memiliki pabrik nikel limonit di wilayah operasional yang sama.
Kedua fasilitas tersebut menyerap hasil tambang nikel dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NKCL) dan Gane Permai Sentosa (GPS).
Melalui Halmahera Persada Lygend, Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL).
Deputy Department Head of Nickel Sulphate and Acid Plant Harita Nickel, Roy Martua Sigiro mengatakan, teknologi HPAL adalah teknologi pemurnian nikel kadar rendah ataupun yang sering kita sebut sebagai limonit yang selama ini belum pernah diolah.
“Selama ini hanya dibuang menjadi overburden dan yang diolah hanyalah nikel kadar tinggi atau pun saprolit”, ungkap Roy.
Dengan Teknologi HPAL Harita Nickel, kata Roy telah mengelola nikel berkadar rendah menjadi lebih bernilai sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar. Harita Nickel telah memenuhi kebutuhan pasar terhadap baterai kendaraan listrik berupa barang setengah jadi.
Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang selama ini tidak dimanfaatkan menjadi produk bernilai strategis, yaitu Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Tak sampai di situ, tahap proses berikutnya yang juga dikembangkan oleh Harita Nickel, MHP akan diolah lebih lanjut menjadi Nikel Sulfat (NiSO4) dan Kobalt Sulfat (CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Selain itu, di Pulau Obi yang kaya mineral ini Harita Nickel konsisten membangun industri pertambangan terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
Dimulai dari pertambangan pada tahun 2010 melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk, Harita Nickel telah mengejawantahkan apa yang menjadi amanat dari pemerintah akan semangat hilirisasi.
Sejak tahun 2015, Harita Nickel telah melakukan hilirisasi melalui pengolahan nikel kadar tinggi (saprolit) melalui PT Megah Surya Pertiwi dengan 4 jalur produksi feronikel.
Di tahun 2018 kami mulai membangun hilirisasi pengolahan nikel kadar rendah limonit yang selama ini diperlakukan sebagai over-burden (batuan sisa) Mixed Hydroide Precipitate.
Industri hilirisasi tersebut resmi beroperasi pada Juni 2021 melalui afiliasi PT Halmahera Persada Lygend. Selanjutnya anak usaha Harita Nickel lainnya, yakni PT Halmahera Jaya Feronikel (PT HJF) pada semester I 2023 ini telah menyelesaikan pembangunan smelter feronikel dengan 8 jalur produksi.
Semangat hilirisasi ini terintegrasi dalam bentuk peta jalan bisnis, Harita bergandeng tangan bersama partner dari Lygend Resources Technology Co. Ltd. telah berhasil naik ke jenjang pencapaian baru dengan diproduksinya nikel sulfat.
Lygend Resources Technology Co. Ltd merupakan perusahaan di sektor rantai pasok nikel dunia yang berdiri sejak Januari 2009 di Laut China Timur, Zhejiang, China. (red)
Komentar