TERNATE,MSC-Kendati hasil Pemilu legislaif sudah sampai pada tahapan pleno di tingkat KPU Pusat. Namun sejumlah Parpol atau caleg DPD mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Dari hasil penulusuran masih terdapat sejumlah persoalan terutama tidak berimbangnya penggunaan Surat Suara (SS) antara DPD dan DPR RI. Sebut saja di kabupaten Pulau Morotai tepatnya di kecamatan Morotai Jaya terdapat perbedaan siknifikan antara jumlah pemilih untuk DPD dan DPR RI, padahal kedua varian harus sama.
Dimana jumlah orang yang memilih untuk DPD dan DPR harus sama, berbeda dengan pemilu DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten karena bisa terjadi ada pemilih yang menggunakan form A5 (pindah memilih) antar kabupaten di Maluku Utara.
Hal itu tidak berbeda jika merujuk pada data DB1 hasil Pleno Kabupaten Pulau Morotai menyebutkan, di kecamatan Morotai Jaya terapat selisih atau perbedaan angka antara data pengguna hak pilih dan penggunaan surat suara antara DPD dan DPR-RI.
Dimana di kecamatan itu terdapat perbedaan yakni 6.009 pengguna hak pilih dan penggunaan surat suara untuk DPR-RI, dan untuk pemilih dan pengunaan surat suara DPD-RI hanya 5.591 untuk pemilih dan pengunaan surat suara DPD-RI, terjadi selisih 418.
Terkait hal tersebut Sekretaris Komite Indepeden Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Maluku Utara, Iwan Seber menuturkan, dalam rumus penggunaan surat suara bagi orang yang memilih antara DPD dan DPR RI harus sama.
Iwan mencontohkan, Jika pemilih pindah dari satu provinsi ke provinsi yang lain, maka pemilih tersebut hanya akan mendapatkan 1 surat suara, yaitu surat suara Pilpres. Pemilih itu akan kehilangan kesempatan untuk mencoblos 4 surat suara lainnya, yaitu surat suara DPR RI, DPD, DRPD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dia mencontohkan, berdasarkan e-KTP pemilih tinggal di Provinsi A, kemudian yang bersangkutan pindah memilih di Provinsi B. “Kalau dia pindah memilihnya antar-provinsi, dia dapat hanya 1 surat suara,” katanya.
Beda halnya dengan pemilih yang pindah memilih dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya (dalam 1 provinsi) yang berbeda dapil DPR RI (satu dapil DPR RI terdiri dari beberapa kabupaten). Pemilih tersebut akan mendapatkan dua surat suara, yaitu surat suara Pilpres dan DPD.
Dalam kasus ini, contohnya pemilih yang seharusnya terdaftar memilih di Dapil A I, kemudian pindah memilih di Dapil A VI. Jika pemilih pindah memilih dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya (dalam 1 provinsi) yang masih satu dapil DPR RI, maka yang bersangkutan bisa mendapat 4 atau 3 surat suara.
Pemilih mendapat 4 surat suara jika pindah memilih di kabupaten yang dapil DPR RI-nya sama dengan dapil DPRD provinsi. Ia akan mendapat surat suara Pilpres, DPD, DPR RI, dan DPRD provinsi.
Sementara itu, pemilih akan mendapat 3 surat suara jika pindah memilih di kabupaten yang dapil DPR RI-nya beda dengan dapil DPRD provinsi. Ia akan mendapat surat suara Pilpres, DPD, dan DPR RI.
Menurut Iwan Seber, jika terjadi perbedaan jumlah pengguna surat suara DPD dan DPR RI, indikasi kuat adanya manipulasi angka-angka yang secara otomatis terjadi juga diperolehan suara caleg atau peserta pemilu.
Untuk itu, dia berhap semuanya Bawaslu yang dapat mengembalikan atau membongkar persoalan mengapa adanya perbedaan dua variabel (DPD dan DPR RI). Karena bagaimanapun itu adalah hak orang, dan tugas Bawaslu mengembalikan kepemilikan suara orang.
“Hanya ada di Bawaslu saat menjawab tuntutan para caleg atau peserta pemilu DPD yang mengajukan permohonan ke MK, terutama yang dipersoalkan perbedaan di pulau Morotai”, kata Iwan Seber. (red)
Komentar