Kita diimbau tidak keluar rumah hanya 14 hari, tidak lebih. Itu merupakan dukungan terbaik kita mengendalikan sebaran virus corona, memutuskan rantai penyebarannya.
Ini wabah berbahaya. Cepat sekali sebarannya dan belum ada vaksin atau antinya. Virus hantu ini dan dampaknya begitu kompleks.
Ia menjadi tragedi terbesar dunia abad ini, yang dapat disebut Perang Dunia III, di mana banyak negara berhadapan dengan pasukan hantu Covid-19 yang bergerak cepat, luas, tak kelihatan.
Italia, negara dengan sistem layanan kesehatan, SDM tenaga kesehatan dan peralatan berteknologi tinggi, nyaris kelabakan dihantam virus ini. Jumlah pasien terinveksi melonjak cepat. Pada 22 Februari 2020, tercarat 11 orang, pada 6 Maret 2020 menjadi 3.900 orang, dan pada 18 Maret 2020, melonjak menjadi 35.713 orang.
Dalam 28 hari, virus ini mengubah Italia, menyodorkan ketampakan baru, jauh dari dugaan ahli manapun juga. Ketampakan yang berbeda sama sekali dari pencapaian dan kemashuran yang dibangun negara ini selama berabd-abad. Kota-kota utamanya yang termasuk deretan metropilis dunia, yang pada sebulan lalu ramai, mentereng, kini seketika berubah murung, sepi mencekam.
Dari banyak berita yang beredar, 28 hari kritis tak sempat digunakan secara bijaksana oleh warga Italia. Kebanyakan mereka bersikap tak acuh, meremehkan imbauan pemerintah untuk tetap tinggal di dalam rumah, hindari kerumunan, dan seterusnya.
Kebijakan pengendalian sebaran virus untuk memutuskan rantai sebarannya, tidak diindahkan.
Kini mereka tak akan mampu membayar semuanya dari kecuekan, apatis, dan berakhir fatalis. Virus meluas lebih cepat dari hentakan irama house musik bertempo tinggi di lantai disko atau pesta-pesta, gelak tawa hura-hura di ruang publik, cafe dan restiran, riuh gempita standing aplaus di stadion besar. lebih memendam ancaman bahaya yang menyerbu tanpa suara, tanpa penandan yanh jelas
Hingga kemudian, wabah dan dampaknya mulai sulit dikendalikan, virus hantu ini melimpas cepat. Puluhan ribu korban sakit dan dijemput ajal. Saat mereka tersadar, sudah sangat terlambat.
Di Maluku Utara sebagian besar warga tak lagi berjarak dengan android, pastinya mereka mengikuti berita-berita tersebut: wabah yang merambah cepat bagai hantu, maut yang bergerak seiring jarum detik; dan pilihan kebijakan oleh negera yang semakin terbatas, imbauan, seruan akhirnya berubah menjadi tindakan tertentu.
Aparatur militer dan polisi dikerahkan, berpatroli dari satu wilayah ke wilayah lainnya, rumah ke rumah, membubarkan kerumunan, mengisolasi warga. Fasilitas umum dan ruang publik ditutup, kecuali instalasi vital, toko farmasi dan toko penyedia kebutuhan pokok.
Warga yang keluar rumah harus memegang surat izin, itupun masih diperiksa untuk memastikan urgensinya. Jika tidak urgen tidak diizinkan.
Banyak serpihan kisah miris dan pilu, terbaca pada berita-berita, pada footage di televisi atau video-video yang tersebar di Youtube, dan banyak lagi terselip di relung sepi dan perih negera ini.
Sebagaian kita menonton berita-berita itu, merasa cemas, atau takut barangkali, tetapi sedikit sekali yang mengambil i’tibar, pelajaran. Sebagian kita tetap saja berprilaku seolah Maluku Utara aman-aman saja. Padahal telah ada informasi resmi mengenai jumlah DPD dan jumlah warga yang OPD.
Kita tentu tak ingin situasi mencekam dan di bawah tekanan seperti itu. Itu keinginan baik dan semestinya sepadan dengan kesadaran kita mengikuti imbauan, anjuran pemerintah untuk ikut aktif mengendalikan situasi ini, sekarang juga. Tak bisa ditunda.
Sepatutnya kita berjuang bersama dengan kesadaran tinggi, bukan ogah-ogahan. Seiringnya kita pun wajib berdoa sekhusuknya, memohon bantuan dan perlindungan dari Allah SWT supaya kita diselamatkan dari marabahaya ini.
Nyata sekali, tak ada dalil atau pemberanaran apapun juga bagi kita untuk meremehkan situasi berat ini. Sistem, sarana prasarana, kapasitas layanan kesehatan kita terbatas. Jarak geografis kita yang jauh di timur Indonesia, provinsi kita yang berkarakteristik kepulauan, akan menjadi masalah tersendiri pada saat kebijakan “lockdown” diberlakukan.
Kita mungkin bisa mengatasi kebutuhan pangan secara substitutif, tetapi keminiman atau bahkan ketiadaan akses transportasi, akan berimbas pada kelangkaan beberapa kebutuhan.
Sejak sepekan lalu pun masker, hand sanitizer, desinfektan sudah langka di pasaran. Barangkali akan menyusul kelangkaan multi vitamin atau suplemen yang dibutuhkan untuk menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Ujian ini berat karenanya mari bantu meringankannya, supaya energi pemerintah bisa dihemat. Bisa digunakan menangani pasien yang terjangkiti atau yang terindikasi, juga memikirkan kebijakan mitigatif-antisipatif, memperbesar kapasitas dan memperluas titik layanan kesehatan.
Karenanya, sekali lagi saya mengimbau, sadar dan ikhlaslah menginfaqkan 14 hari kita untuk tetap di rumah, mengurangi aktivitas di luar rumah yang tak urgen atau yang bisa diurus via telepon, WA, messenger, dan platform sosmed lainnya.
Camkanlah, betapa 14 hari kritis itu tak ubahnya “time line” dan “story boarad”. Kita semua warga Maluku Utara, tanpa kecuali, akan menentukakan alur cerita, lakon dan endingnya. Jika kita mawas, berikhtiar, bekerjasama secara kompak dan kolektif, Insya Allah keadaan berangsur membaik. Endingnya tak akan terlalu buruk.
Tetapi jika kita tetap membuang-buang waktu dengan sikap tak acuh, kepala batu, maka kita memang sangat naif, ceroboh. Ending cerita sudah sudah kita lihat sendiri pada bagaiman kondisi Italia.
Kita semua tak mau keadaan buruk menimpa kita, orang-orang terkasih, sanak keluraga, sahabat dan sejawat. Kita berharap semua akan baik-baik saja, semuanya sehat sentosa dan bahagia. Kita inginkan krisis ini cepat berlalu, dan kita kembali hidup tanpa kecemasan, ketakutan.
Keinginan mulia itu hanya perlu dikonkritkan dengan tindakan: Infaqkan 14 hari kita untuk turut membantu mengendalikan situasi ini, demi kebaikan, kemaslahatan bersama, setidaknya untuk kemungkinan lebih baik bagi banyak orang.
Rendah hatilah sedikit, niscaya kita mudah melakukannya. Insya Allah.
#garasigenta Tanah Tinggi, Ternate, 22-03-2020
Komentar