TERNATE-Polda Maluku Utara (Malut), telah menetapkan oknum Polisi Wanita (Polwan) Sebagai tersangka dalam kasus penyalagunaan gelar Sarjana Hukum (SH). Langkah Polda Maluku Utara, mendapatkan sorotan dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Ternate, Muhammad Konoras.
Menurutnya penetapan seseorang sebagai tersangka menurut KUHAP merupakan kewenangan mutlak dari Penyidik setelah melakukan penyelidikan dan Penyidikan dengan dan menemukan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah dan diperoleh secara sah pula berdasarkan UU.
Namun demikian di dalam menjalankan tugas sebagai seorang penyidik diharapkan penyidik memiliki moral dan hati nurani serta memilki ilmu pengetahuan hukum yang memadai agar tidak salah atau keliru menetapkan seseorang sebgai tersangka.
“Terkait dengan penetapan tersangka terhadap seorang Polwan berpangkat Bripka R oleh institutusinya sendiri yang disangka telah menggunakan gelar akademik Palsu dan atau memalsukan dokumen nilai dan atau proposal skripsi menurut saya adalah konstruksi hukum yang tidak disemata untuk kepentingan penegakan hukum semata,” ucap Conoras, Kamis (11/8/2021).
Conoras menambahkan, penetapan oknum sebagai tersangka menurutnya ada hal lain yang membuat oknum Polwan itu ditetapkan sebgai tersangka. Menurut konstruksi hukum, dirinya temukan terbukti Pasal Pasal yg disangkakan kepada Beipka R, Pasal 93 dan 28 ayat (7) UU No Tahun 2012 jo Pasal 263 ayat (1, dan 2) jo Pasal 28 ayat 7
Conoras menambahkan, jika soal pemalsuan surat seharusnya dalam Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHPidana jo ketentuan Pasal 28 ayat 7 UU 12 THN 2012 tentang Pemdidikan Tinggi, maka sudah pasti ada pelaku pembuat surat/ dokumen Palsu dan ada juga pelaku yang menggunakan surat palsu tersebut.
“Jika penyidik mau memaksakan diterapkannya Pasal pasal tersebut maka harus secara berimbang, adil dan tidak diskriminatif, karena gelar sarjana yang disandang tersangka adalah sah yang diberikan oleh Universitas dan ia sudah wisuda,” katanya.
Praktisi hukum senior di Maluku Utara ini bilang, di dalam perspektif hukum acara maka pihak Univesitas juga dimintai pertanggungjawaban pidana karena Universitas lah yang memberikan gelar sarjana secara resmi kepada Bribka R.
“Saya tau persis Bribka R adalah mahasiswa aktif di Kampus karena saya pernah mengajar dia tentang Hukum Acara Pidana dan dia salah satu mahasiswa yang rajin, kecuali ada perintah lain dari pimpinan sehingga dia selalu meminta ijin kepada saya sebagai dosennya,” akunya.
Jika didisikusikan lebih lanjut maka menurut dirinya banyak anggota polisi yang secara akademik tidak sah menggunakan gelar sarjana, karena menurutnya sebagai dosen tau persisi bagimana cara kuliah para anggota polisi.
“Tapi bagi saya itu semua kewenang Universitas yang memberikan gelar tersebut, ahir kata jangan karena kebencian, anda tidak berlaku adil, tanpa keadilan, maka kepastian hukum itu tdk bermakna apa apa untk manusia,” pungkasnya. (NR)
Komentar