TERNATE,MSC-Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara, Muksin Amrin menilai pernyataan KIPP Malut melalui kajian Azis Hasyim hanya berdasarkan pengalaman, bukan pada aturan hukum atau PKPU yang berlaku saat ini.
Pernyataan ketua Bawaslu itu terkait dengan sorotan KIPP juga menyoroti Bawaslu Malut setelah mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan pasal 52 ayat 8 PKPU Nomor 4 tahun 2019.
KIPP menilai pernyataan Ketua Bawaslu sangat tendensius dalam Rapat Pleno tingkat Provinsi, dimana Ketua Bawaslu menganggap bahwa regulasi 2014 berbeda dengan 2019 sehingga permasalahan tingkat kabupaten tidak perlu dibahas dalam rekapitulasi tingkat Provinsi. Padahal dalam PKPU, Rekomendasi Bawaslu terhadap pleno kabupaten harus menjadi pembahasan dalam pleno KPU Provinsi.
BACA BERITA : https://www.malutsatu.com/2019/05/20/tudingan-kipp-malut-terkesan-paksakan-isi-otak/
Sebab lanjut Muksin Amrin, makna dari 52 ayat 8 PKPU Nomor 4 tahun 2019 adalah, Bawaslu Provinsi akan mengeluarkan rekomendasi saat Pleno tingkat Provinsi, jika sebelumnya ada rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten terkait dengan persoalan yang tidak dapat diselesaikan pada tingkatan pleno kabupaten.
Dikatakan, pada saat akhir pleno kabupaten jika ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat tersebut, Bawaslu mengeluarkan rekomendasi dan KPU mencatat sebagai kejadian luar biasa dan dimasukan dalam kotak untuk dibahas pada saat pleno KPU Provinsi.
“Pernytaannya apakah kejadian luar biasa itu terjadi di tingkat kabupaten atau tidak? Kan tidak terjadi sehingga tidak ada rekomendasi dan KPU tidak mencatat sebagai kejadian luar biasa, sehingga tidak dibahas pada pleno provinsi”, kata Muksin Amrin dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (20/5/2019) di kantor Bawaslu Malut.
Bagi Muksin Amrin, KIPP Malut khusunya tim kajian Azis Hasyim harus memahami UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sangat berbeda dengan UU nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu.
Dimana kata Muksin pada ayat 1,2,3 pasal 198 UU nomor 8 tahun 2012 memberikan jembatan pada saksi parpol, bawaslu provinsi, untuk memberikan keberatan hasil pemilu tingkat kabupaten dan provinsi di dalam forum pleno provinsi, dan rujukannya lagi ada dalam PKPU nomor 27 tahun 2012 tentang rekapitulasi.
“Itu berlaku bagi Pemilu 2014, dan pada saat itu di Maluku Utara terjadi pada Pemilu 2014 dilakukan rekomendasi adanya keberatan. Makanya jangan membaca pengalaman”, pintah Muksin Amrin.
Sebab dikatakan Muksin Amrin, UU nomor 8 tahun 2012 telah dihapus dan pada Pemilu 2019 harus merujuk pada UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dimana dalam reakapitulasi tingkat Provinsi tidak lagi dibahas untuk DPRD Kabupaten, karena tidak ada dalam UU dan PKPU yang berlaku saat ini.
“Saya kira itu secara kelembagaan Bawaslu yang perlu diklarifikasi pernyataan KIPP Malut, sehingga jangan terkesan opini di masyarakat apa yang dilakukan Bawaslu tidak pada norma aturan”, sebut Ketua Bawaslu Muksin Amrin. (red)
Komentar