oleh

Akademisi Nilai Bawaslu Provinsi Maluku Utara Krisis Profesionalisme

MALUTSATU-Akademisi Universitas Khairun Ternate, Aslan Hasan SH MH menilai Bawaslu Provinsi Maluku Utara krisis profesionalisme. Hal itu terkait dengan ancaman diskualifikasi terhadap salah satu pasangan calon (Paslon) di Pilkada Halmahera Utara.

Aslan Hasan menilai, Bawaslu Malut keliru sekaligus gagal paham terhadap apa yang mestinya mereka kerjakan, dimana sikap Bawaslu Malut yang mengeluarkan ancaman diskualifikasi terhadap salah satu paslon terkait dugaan Pelanggaran pasal 73 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 10 tahun 2016,

“Saya mengamati beberapa kali statement Bawaslu Malut terkait langkah yang diambil khususnya berkaitan dengan Penanganan dugaan pelanggaran sungguh menggambarkan ada semacam krisis intelektual dalam tubuh organisasi Pengawas Pemilu,”ungkap Aslan Hasan yang juga mantan komisoner Bawaslu Malut kepada wartawan di Ternate pada Sabtu, 12 Oktober 2024.

Menurut Aslan, terkait pemberitaan mengenai salah satu paslon di Halut yang diduga melakukan pelanggaran Pasal 73 ayat (1) tentang larangan pemeberian Uang atau meteri lainnya untuk mempengaruhi Pemilih.

“Anacaman diskualifikasi yang disampaikan salah satu Pimpinan Bawaslu terhadap paslon tersebut benar-benar keliru dan fatal serta mencerminkan adanya krisis profesionalitas,”sebutnya.

Dosen Fakultas Hukum Unkhair Ternate itu menjelaskan, bahwa pasal 73 ayat 1 dan 2 itu dimensi pelangaraannya melingkupi pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran administratif TSM.

Sehingga kata Aslan Hasan, Paslon baru bisa dikenakan sanksi pembatalan kalau pelanggaran terhadap norma pasal 73 ayat (1) itu dilakukan secara Terstruktur, sistematis dan Masif (TSM).

Lanjutannya, pengaturan pasal 73 ayat 1 dan 2 diformulasikan pada norma pasal 135 A yang menyebutkan “Pelanggaran Adminstrasi Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, Sistematis dan Masif”.

“Jadi kalau pelanggaran pasal 73 ayat (1) hanya terjadi di tempat tertentu dan tidak memenuhi kaidah Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), maka Paslon hanya bisa dikenai sanksi pidana dan tidak bisa dibatalkan pencalonannya,”ungkapnya.

Menurutnya, pembatalan atau diskualifikasi paslon hanya bisa dilakukan jika dimensi pelanggaran pasal 73 ayat (1) memenuhi syarat kedaan yang bersifat TSM.

Untuk itu Aslan Hasan berharap, Bawaslu Malut lebih jeli dan hati-hati dalam memaknai  teks hukum dalam Undang-undang sekaligus membaca konteks yang relefan sebelum mengeluarkan statement ke Publik. (red)

Bagikan

Komentar