oleh

Mantan Anggota Bawaslu Minta Gakkumdu Kembali Ikut Bimtek

MALUTSATU-Akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate Aslan Hasan SH MH menyayangkan keputusan penghentian kasus dugaan tindak pidana pemilu yang melibatkan Kepala Kemenang Halut, alasan karena status delik pada pasal 71 ayat (1) dan pasal 188 Undang-undang nomor 10 tahun 2016 merupakan delik materil.

Menurut Aslan Hasan, alasan tersebut menggambarkan bahwa teman-teman Gakkumdu tidak memiliki pemahaman yang mumpuni dalam membaca konteks dan karakteristik rumusan tindak pidana pemilihan yang sedang ditangani.

“Hentikan Kasus Kakanwil Kemenag Halut dengan alasan delik materil, saya minta Gakkumdu Halut dibimtek ulang”,ungkap Aslan Hasan dalam keteranganya pada Selasa, 29 November 2024.

Menurut mantan Komisoner Bawaslu Maluku Utara itu, salah satu karakteristik tindak pidana Pemilihan terletak pada pola dan bentuk perumusannya yang diselaraskan dengan alur tahapan.

Diman alanjut Aslan Hasan, ketentuan pasal 71 dirumuskan pada BAB tentang Kampanye dan penempatannya pada bagian tentang larangan Kampanye. Sebagai delik pada tahapan kampanye, Ketentuan pasal 71 ayat (1) merupakan Delik Formil yang keterpenuhan unsurnya tidak bergantung pada akibat yang timbul melainkan cukup pada terbuktinya unsur perbuatan yang dilarang.

Menurutnya, kampanye merupakan ajang mempengaruhi dan meyakinkan pemilih melalui Visi-Misi dan program kerja Pasangan calon. Soal orang terpengaruh atau tidak, memilih atau tidak memilih calon tertentu itu merupakan ranah hak personal yang bersifat rahasia.

“Jadi bagaimana mungkin delik pada tahapan kampanye diukur dengan efek electoral yang baru bisa dibaca pada tahapan pungut-hitung?. Ini kan aneh dan konyol”, kata Aslan Hasan

Dikatakan, jika semua delik tahapan kampanye diukur pada akibat yang timbul berupa kerugian dan keuntungan electoral dari masing-masing paslon pada saat pungut-hitung, maka sampai kapan pun tidak akan ada delik terkait kampanye yang bisa ditangani sampai ke Pengadilan.

Sebab lanjut Aslan Hasan batas waktu penyidikan di Gakkumdu hanya 14 hari sementara tahapan kampanye ke tahapan pungut-hitung sekitar 2 bulan lebih. Artinya jika menggunakan cara pandang teman-teman Gakkumdu Halut, maka ketentuan pasal 71 ayat (1) junto pasal 188 hanya merupakan norma mati yang tidak akan pernah bisa diterapkan.

Padahal menurut Aslan, norma yang sama telah digunakan oleh Gakkumdu Halmahera Selatan dan Halmahera Barat yang perkaranya telah terbukti melalui putusan Pengadilan pada dua atau tiga minggu yang lalu.

“Saya melihat ini aneh dan patut dipersoalkan dan saya berharap pada pihak yang merasa berkeberatan dengan keputusan Gakkumdu ini untuk mengujinya melalui pra peradilan”, ungkapnya. (red)

Bagikan

Komentar