oleh

Gagarap Bersama Rusli Djalil (UCILI)

Mengenang kisah perjuangan Provinsi Maluku Utara (Catatan BASRI SALAMA,S.Pd)

Saya mengenal dirinya pertama kali yaitu saat saya dan beberapa teman dari ternate ikut Internediete Training (LK  II) HMI yang di laksanakan oleh HMI cabang Manado, Sulawesi Utara. Tepatnya tahun 1997, saat pertama kali tiba di Manado dan terpaksa tidur semalam di sekertariat Cabang HMI Manado. Ditempat inilah saya berkenalan dengan dengan Rusli Djalil.

Kami tidak terlalu akrab saat itu. Keakraban kami mulai terjalin saat beliau kembali ke Ternate dan menjadi Jurnalis di Tabloid Ternate Post, media yang sangat populer di era 1998-1999.

Rusli Djalil dikenal oleh kami adalah aktifis pers yang malas mandi. Lelaki yang panggilan akrab Ucili ini juga sebagai penulis berita terbaik. Dan setiap pembaca Ternate Post selalu akrab dengan tulisan2nya.

Suatu saat kami berdua berada di arena demonstrasi di depan kantor Bupati Maluku Utara (sekrng Kantor Walikota Ternate). Saat itu saya sedang berorasi dan mendampingi adik-adik yang sedang mogok makan.

Tiba-tiba beliau (Rusli Djalil) mendekati saya, dan memberitahu bahwa teman2 seperjuangan kami di Tidore di tangkap polisi karena menurunkan bendera setengah Tiang di depan Kantor Halmahera Tengah (sekrng Kantor Walikota Tikep). Mereka menurunkan bendera setengah tiang krna rasa solidaritas dlm perjuangan bersama adik2 yg mogok makan.

Tak menunggu lama, saya meminta beliau (Rusli Djalil) dampingi saya ke Tidore untuk bebaskan teman2 yang di tahan di Polres Tidore. Mereka yang saat itu di Tahan adalah Kakak beradik Syamsul Bahri M Zen (Oslan) dan Syahidussahar M Zen (Nyong), kemudian Muslim (Alm) dan Anwar__dua nama ini tinggal di kompleks  Tugu Gamtufkange Tidore_ada lagi beberapa orang yang saya lupa.

Kami berdua bergegas ke tidore___tibalah kami didepan kantor Polres Halteng di Goto. Bermodalkan megafon dan ikat kepala saya kemudian berorasi meminta agar pihak Polres segera membebaskan teman2 kami yg ditahan. Saya kemudian di hadang di depan pintu pagar kantor polres. Para polisi lengkap dengan tameng yang terbuat dari bahan Rotan. Begitu juga pentungan mereka….

Saya meminta agar saya bisa masuk lihat teman2 yg di tahan tapi polisi tetap tidak mau dan mendorong saya mundur. Saya terus memaksa kemudian ada seorang polisi hendak memukul dengan pentungan. Saya mundur lagi dan menyampaikan bahwa “jangan coba-coba pukul__ saya datang tidak sendiri. Saya di dampingi oleh LBH pusat dan sekaligus wartawan hebat dari jakarta”, sambil saya tatap ke wajah sahabat saya Rusli Djalil dan dia terlihat serius dengan gelar yang baru saya sebutkan. Akhirnya polisipun mau bernegosiasi dan membiarkan saya masuk.__

Nampak wajah teman2 kami yang di tahan itu, lebam, ada yg sedikit benjol di jidat, ada juga yang merah karena darah di bagian bibir. Tak lama kemudian datang beberapa utusan pemerintah daerah dan DPRD Halteng membicarakan pembebasan teman2 kami itu.

Saya dan Rusli harus cepat2 balik ke ternate krna di hari yang sama, sore kami harus membubarkan aksi mogok makan yang di hadiri langsung oleh 3 orang kepala daerah.

Dalam perjalanan pulang, kami berdua tertawa tapi juga ketakutan. “Andaikan saja tadi kong dong tau bahwa kita bukan dari LBH, tong dua pasti kecap”__ucap ucili sambil tertawa. saya sukses menyelesaikan akhir masa perkuliahan saya juga berkat campur tangan beliau___semoga sehat selalu selalu sahabatku

Bagikan

Komentar